Ada yang menarik ketika
ada sebuah tradisi “baduduak” dan “mamanti/meminang”
Tradisi ini adalah sebuah
langkah awal yang dilakukan masyarakat Minangkabau dalam rangka
mencarikan pasangan untuk Putrinya, karena di Minangkabau sebagian
besar yang mencarikan jodoh dan datang untuk meminang itu adalah
Pihak Wanita, istilah ini disebut dengan “Baduduak”, sedangkan
datangnya Pihak Perempuan kepada pihak laki-laki disebut dengan
“Maminang”
Yang menjadi esensi dari
“baduduak” bahwa keluarga perempuan telah memperhatikan bahwa
anaknya sudah layak untuk dicarikan pasangan, dan pada saat yang
bersamaan juga melihat seorang pemuda yang cocok untuk dijadikan
suaminya, hal ini diabadikan dalam petuah adat “Ibaraik Siriah lah
Pautik dicarian Junjuangan” sedangkan esensi dari mamanti /maminang
adalah menanyakan kesedian pihak laki-laki untuk dilamar menjadi
suami.
Kedua tradisi ini masih
ada di tengah-tengah masyarakat Minang meskipun sesungguhnya keduanya
sudah diatur oleh dua orang Sutradara yaitu calon mempelai.
Kalau dianalisa dari kedua tradisi ini,
maka disimpulkan bahwa dahulu kedua calon mempelai tidak saling
mengenal, namun hanya sekedar tau data cukupnya dan bahkan tidak sama
sekali, karena masih kuatnya peranan “Mamak” dalam menentukan
jodoh untuk kemenakannya. Dan masih banyak dijumpai bahwa keputusan
untuk lanjut atau tidaknya meminang haruslah merujuk kepada hasil
dari rapat “baduduak” tersebut.
Dan karena Kedua Calon mempelai telah
melakukan pendekatan awal dan sudah saling kenal, maka secara
otomatis semua keputusan dari dua tradisi yang ada cendrung mengikuti
hasil kesepakatan dari kedua Anak (Calon Mempelai). Sehingga esensi
dari kedua tradisi ini telah berubah dari “Mencarikan Jodoh Anak
Perempuan” menjadi “Memberitahukan kepada Masyarakat bahwa Anak
Perempuannya sudah mempunyai Jodoh dan akan segera menikah”
Firdaus. M
0 komentar:
Posting Komentar