http://i771.photobucket.com/albums/xx357/cebol_01/Kursor.png

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 18 April 2016

Pentingnya Tahsin Quran (Plus Ebook Pedoman Tahsin Quran)

 “Perumpamaan orang mukmin yang membaca Alquran adalah seperti bunga utrujjah, baunya harum dan rasanya lezat. Sebaliknya orang mukmin yang tidak suka membaca Alquran adalah seperti buah korma, baunya tak begitu harum, tetapi manis rasanya. Sedangkan orang munafik yang membaca Alquran ibarat sekuntum bunga, berbau harum tapi pahit rasanya dan orang munafik yang tidak membaca Alquran tak ubahnya laksana buah hanzalah, tidak berbau dan rasanya pahit sekali.” (HR Bukhari dan Muslim).

Istilah ‘tahsin’ sering kali dikaitkan dengan aktivitas membaca al-Quran. Istilah ini telah mendapatkan tempat di hati masyarakat, terutama mereka yang menyadari pentingnya melaksanakan rutinitas membaca al-Quran dengan segala kesempurnaannya. Istilah ini muncul sebagai sinonim dari kata yang sudah lebih dulu akrab di telinga kaum muslimin, yaitu‘tajwid’ yang seringkali dipahami sebagai ilmu yang membahas tata cara membaca al-Quran dengan baik dan benar serta segala tuntutan kesempurnaanya. Secara bahasa, istilah tajwid yang disamakan dengan tahsin ini memiliki arti yang sama, yaitu membaguskan. Para ulama memberikan batasan mengenai istilah ini, yaitu “mengeluarkan huruf-huruf al-Quran dari tempat-tempat keluarnya (makharij huruf) dengan memberikan hak dan mustahaknya. Yang dimaksud dengan hak adalah menegaskan huruf disertai dengan penerapan sifat-sifatnya seperti mengalirnya nafas atau sebaliknya (hams dan Jahr) atau menebalkan huruf tertentu dengan cara mengangkat pangkal lidah atau menipiskannya (Isti’la dan Istifal) yang keseluruhan sifat huruf tersebut berjumlah 17 sifat. Adapun yang dimaksud dengan mustahak adalah mengaplikasikan sifat-sifat tambahan disebabkan misalnya terjadinya pertemuan huruf tertentu dengan huruf lainnya seperti idgham, ikhfa, iqlab atau mengaplikasikan kesempurnaan konsistensi tanda panjang sesuai dengan tuntutannya. Untuk mencapai kesempurnaan penguasaan ilmu ini secara teori dan praktek, setiap muslim dituntut untuk mengoptimalkan usaha melalui latihan-latihan dan praktek membaca yang senantiasa didampingi oleh orang yang dianggap sudah baik bacaannya. Bagi sebagian orang ada yang mendapatkan kemudahan untuk menguasainya namun ada juga yang merasa kesulitan karena ia belum terbiasa mengucapkan kata-kata selain bahasa yang dikuasainya.

Membaca Al Qur’an adalah sebaik-baik amal perbuatan, sebagaimana diriwayatkan dari Utsman bin Affan ra, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda “Orang yang paling baik diantara kalian adalah yang mempelajari Al Quran dan mengajarkannya” (HR. Bukhari, Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Majjah dan Addarini).  Oleh karenanya “Bacalah oleh kamu sekalian Al Quran, karena sesungguhnya ia akan datang pada hari qiamat sebagai penolong bagi para pembacanya.” (HR. Muslim).
Rasululullah bersabda أَصْوَاتِهَا وَ الْعَرَبِ بِلُحُوْنِ الْقُرْآَنَ إ ِقْرَؤُوْا   “Bacalah AlQuran dengan cara dan suara orang Arab yang fasih”.  (HR. Thabrani)  dan Sabda Nabi : “Orang yang membaca Al Qur’an dan dia lancar membacanya akan bersama para malaikat yang mulia dan baik. Dan orang yang membaca Al Qur’an dengan terbata-bata, ia mendapatkan dua pahala ” (Muttafaq alaih dari Aisyah ra).‘Kesulitan’ yang dirasakan sebagian orang dalam mempelajari tahsin al-Quran telah mengantarkan pada satu kesimpulan bahwa yang paling penting dalam membaca al-Quran adalah berusaha memahaminya agar mampu diamalkan, bahkan sebagian ada yang berpendapat bahwa kesempurnaan membaca al-Quran dengan menerapkan tajwid atau tahsinnya adalah pelengkap saja atau sekedar hiasan (aksesoris), maka mencapai kesempurnaan membacanya bukanlah suatu prioritas yang diutamakan, kembali pada pendapat di atas, tujuan utama membaca al-Quran adalah memahaminya untuk diamalkan, sebab kalau tidak demikian, maka fungsi ‘huda’ tidak tercapai, begitulah kira-kira pendapat sebagian orang tersebut. Terlebih lagi sebagian orang tua ada yang berkata, lisan kami sudah sangat sulit untuk mencapai pengucapan huruf yang sempurna, maka interaksi kami dengan al-Quran cukuplah hanya berusaha memahaminya agar bisa diamalkan.
Pendapat di atas tidak ada salahnya, namun kiranya perlu dipahami secara seimbang dan komprehensif, jangan sampai alasan yang disampaikan bukan menguatkan pendapat di atas malah menegaskan kelemahan penyampai argumen yang alasannya cenderung diada-adakan. Bukankah membaca al-Quran dengan mempraktikkan kaidah-kaidah tahsin atau tajwidnya merupakan pengamalan yang harus dilaksanakan sebagai konsekwensi pemahaman ayat al-Quran yang memerintahkannya? Dan kalau diperhatikan, ada beberapa hal yang menyebabkan kita harus ‘tahsin’ dalam membaca al-Quran :
1. Perintah Allah Swt.
Allah Swt memerintahkan dalam QS. Al-muzzammil : (4) : (ورتل القرءان ترتيلا), dan bacalah Al-Quran dengan tartil, demikianlah lebih kurang terjemahan ayat di atas. Para ulama telah sepakat bahwa yang dimaksud dengan tartil adalah membaca dengan pelan-pelan, penuh ketenangan dan perhatian yang serius dengan memperjelas pengucapan huruf-hurufnya. Imam Al-baidhawi menambahkan bahwa kesempurnaan tersebut dengan cara melatih lisan atau pengulangan dan merutinkan bacaan sambil mempraktikkan kesempurnaan pembacaan huruf-huruf yang tipis (tarqiq) dan tebal (tafkhim), memendekkan huruf yang pendek dan memanjangkannya jika menuntut demikian serta mengaplikasikan kaidah lainnya yang terangkum dalam materi tahsin al-Quran (Nihayah Qaulil Mufid, 2003). Pengertian ini juga yang ditegaskan oleh seorang pakar Tafsir, M. Ali As-Shabuni dalam tafsir ayat ahkamnya sewaktu menerangkan tentang QS al-muzammil: 4 ini, dan menambahkan agar pembacaan demikian dapat mengantarkan pada parasaan ta’zhim (keagungan) yang dikandung al-Quran dan berusaha merenungi (tadabbur) makna-maknanya. Inilah maksud definisi singkat tentang tartil yang disimpulkan oleh seorang sahabat terkenal, Ali Ibn Abi Thalib. Beliau menyimpulkan makna tartil dengan ungkapan yang cerdas“ tajwiidul huruf wa ma’rifatul wuquf”, men-tajwid-kan/membaguskan pengucapan huruf-hurufnya serta mengetahui tempat-tempat berhentinya. Bukankah seseorang yang membaca al-Quran dengan sempurna dan mengetahui kapan ia harus memulai dan memberhentikan bacaannya sesuai dengan ‘titik- komanya’ karena ia paham dari apa yang dibacanya? Perintah membaca al-Quran dengan tartil lebih ditegaskan lagi dalam pemahaman ayat di atas ketika kata perintah ‘rattil’ terulang kembali dalam bentuk mashdar ‘tartila(n)’, yang mengesankan makna adanya perhatian yang besar mengenai terealisasinya perintah Allah ini, pengagungan terhadap obyeknya yaitu Al-Quran, dan besarnya pahala yang Allah berikan kepada para pelaksana perintah ini.

2. Refleksi keimanan setiap hamba yang taat.
Allah Swt berfirman dalam QS. Al-baqarah : 121,
الذين ءاتيناهم الكتاب يتلونه حق تلاوته أوالئك يؤمنون به ومن يكفر به فأولئك هم الخاسرون
orang-orang yang telah Kami berikan al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barang siapa yang ingkar kepadanya, mereka itulah orang-orang yang merugi.
Saiful Islam Mubarak Lc., M.Ag., menuliskan dalam Risalah Mabitnya (Permata, 2003), ada beberapa hal yang perlu diresapi sebagai tadabbur dari ayat di atas; pertama, kata tilawah sebagaimana dalam ayat di atas, yang berarti membaca, sering dihubungkan dengan al-Quran dan tidak biasa dikaitkan dengan selainnya. Hal ini mengesankan keistimewaan al-Quran dibanding kitab lainnya yang mendorong kita untuk mengetahui rahasia membacanya. Kedua, beliau mengutip pendapat As-Shabuni dalam Shafwatutafasir, bahwa yang dimaksud dengan haqqa tilawatihi, ‘bacaan yang sebenarnya’, adalah bacaan sebagaimana Jibril membacakannya kepada Muhammad Saw, ini menunjukkan bahwa membaca al-Quran mempunyai aturan tertentu yang tidak dimiliki bacaan selainnya dan orang yang membaca dengan demikian adalah yang beriman kepadanya. Ketiga, ayat di atas menjelaskan dua golongan manusia, yang beriman dan kufur. Golongan pertama adalah yang membaca al-Kitab dengan bacaan yang sebenarnya yaitu sesuai dengan bacaan Rasulullah. Menurut konteks ayat di atas, maka dapat dipahami siapa yang termasuk golongan kedua. Oleh karena itu mempelajari tahsin atau tajwid bukan masalah yang patut diremehkan, sebab ia sangat berhubungan dengan masalah keimanan. Dan bila sudah berusaha untuk mencapai kesempurnaan membacanya dengan mempelajari ilmu tahsin namun belum sampai pada kesempurnaan bacaan yang dicontohkan Rasulullah , mudah-mudahan Allah mengampuni kesalahan dan dosa hamba-Nya. Demikian kurang lebih beliau menuliskan.

3. Mengikuti jejak Rasulullah, para sahabat dan pewarisnya yang mendambakan surga.
Banyak hadis serta atsar sahabat yang menjelaskan keutamaan orang-orang yang senantiasa berinteraksi dengan al-Quran mulai dari memelihara kesempurnaan bacaannya hingga menghafalnya, namun cukuplah satu hadis Rasul yang menegaskan para ahli al-Quran adalah orang-orang yang terbaik. Rasulullah Saw bersabda :
خيركم من تعلم القرءان و علمه (رواه البخاري)
Sebaik-baik kalian adalah yang belajar al-Quran dan mengajarkannya ( HR. Imam Bukhari)
Sebagaimana dalam hadis di atas, Rasulullah menegaskan bahwa kedudukan seseorang menjadi yang terbaik ditunjukkan di antaranya dengan dua aktivitas utama ketika berinteraksi dengan al-Quran, yaitu belajar dan mengajarkan. Memang, untuk mencapai manfaat maksimum dari Kitab Allah ini adalah dengan melaksanakan dua aktivitas tersebut, dengan demikian terbukalah pintu-pintu kebaikan lainnya. Belajar adalah syarat utama untuk mencapai puncak ilmu dengan segala persyaratannya yang harus dilakukan, mengajarkan adalah memberikan kemanfaatan terhadap orang lain dari apa yang dipelajarinya di samping sebagai kontrol terhadap dirinya agar melaksanakan setiap ilmu yang dipelajarinya jauh sebelum ia ajarkan kepada orang lain.
Abduh Zulfidar Akaha dalam bukunya 13 Orang terbaik dalam Islam ( Al-kautsar, 2004) menerangkan, maksud mempelajari al-Quran dari hadis di atas adalah belajar membaca al-Quran dengan disertai hukum tajwidnya, agar dapat membaca al-Quran dengan tartil dan benar seperti ketika diturunkannya. Dan hal demikian hanya dapat tercapai melalui talaqqi, belajar dengan berhadapan secara langsung antara guru dan murid dengan melibatkan indera utama melihat dan mendengar. Imam Al-Jazari salah seorang pakar ilmu Qiraat dan imam di bidangnya mengatakan “ aku tidak mengetahui jalin paling efektif untuk mencapai puncak tajwid selain dari latihan lisan dan mengulang-ulang lafazh yang diterima dari mulut orang yang baik bacaannya.

4. Memelihara al-Quran dari kesalahan yang tidak layak.
Para ulama tajwid membagi 2 kesalahan dalam membaca al-Quran, kesalahan pertama adalah lahn Jaliyy, yaitu kesalahan yang mudah diketahui seperti pengucapan huruf ش yang dibaca dengan huruf س dalam lafazh شكر , tentunya kesalahan ini tanpa disadari telah merubah huruf al-Quran sehingga dihukumi sebagai kesalahan fatal yang menyebabkan keharaman apalagi kalau sampai merubah maknanya. Kesalahan kedua adalah yang disebut dengan lahn khofiy, kesalahan yang diketahui oleh orang-orang tertentu diantaranya oleh orang-orang yang memahami ilmu tajwid al-Quran. Kesalahan ini berkisar pada ketidakmampuan menerapkan kaidah hukum seperti idgham, ikhfa, iqlab dan lainnya. Kesalahan ini tergolong ringan sehingga sebagian menghukuminya makruh namun ada pula yang mengharamkannya sebab dengan demikian telah ikut merusak keindahan al-Quran. Dengan mempelajari ‘tahsin’ maka dipandang adanya usaha dari kita untuk membebaskan diri dari perangkap kesalahan ini dan berharap agar Allah senantiasa mengampuni ketidakmampuan untuk mencapai kesempurnaannya setelah berusaha secara maksimum.

5. Menuju kesempurnaan ridla Allah Swt.
Pelaksanaan ibadah kepada Allah Swt adalah dengan segenap perbuatan,ucapan, bahkan lintasan hati yang diorientasikan kepada Allah Swt dengan mengharapkan keridlaan-Nya. Agar sampai pada keridlaan-Nya, pelaksanaan ibadah yang dilandaskan pada perintah dan larangan-Nya. Keseriusan kita dalam mempelajari dan mengamalkan membaca al-Quran dengan segala kesempurnaannya karena dilandasi keyakinan akan jaminan Allah dan Rasul-Nya akan mengantarkan pada golongan para ahli al-Quran yang disanjung oleh Allah dan Rasul-Nya, Rasulullah Saw bersabda; “orang yang membaca al-Quran dan ia pandai dalam membacanya, ia akan bersama para malaikat yang menjadi utusan yang mulya lagi suci, sedangkan orang yang membaca al-Quran namun terbata-bata, kesulitan serta kesukaran dalam membacanya, ia akan memperoleh dua pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maka orang demikian akan berusaha meminimalisir kesalahan bahkan melepaskan diri dari setiap kesalahan walau yang makruh sekalipun, karena ia paham makruh berarti dibenci, ya.. dibenci oleh Allah Ta’ala, akankah keridlaan Allah datang pada setiap lafazh al-Quran yang dibacakan jika pembacanya senantiasa terjebak dalam kesalahan yang makruh sekalipun? Akankah seseorang yang kita senangi menaruh simpati kepada kita setelah kita berikan hadiah dengan sesuatu yang dibencinya?logika manusia normal akan menjawab, tidak !!!

Ebook Panduan Pedoman Daurah Quran Lengkap bisa DOWNLOAD disini..!!! 
Contoh Simpel Latihan pengucapan Disiko,,,,!!!

*Berbagai Sumber

Selasa, 11 Februari 2014

Kebangkitan Generasi Muda Islam

Izzatul Islam berpesan dalam nasyidnya:
“ Hai mujahid muda, maju kehadapan; Sibakkan penghalang, satukan tujuan. Kibarkan panji Islam dalam satu barisan, bersama berjuang kita junjung keadilan.
Jangan bimbang ragu, teruslah melaju; Hapus bayang semu, dilubuk hatimu. Bergerak kedepan bagai gelombang samodera. Lantakkan tirani, runtuhkan angkara murka.
Reff:
Majulah wahai mujahid muda; dalam satu cita tegak kebenaran. Singkirkan batas satukan kata. Kebangkitan Islam telah datang! “


Dalam kurun awal Islam kita temukan sosok-sosok muda: Ali bin Abi Tholib (8th), Zubair bin Awwam (8 th), Arqam bin Abil Arqam (11 th), Ja’far bin Abi Tholib (8 th) Shohih Ar Rumy (19 th), Zaid bin Haritsah (20 th) Saad bin Abi Waqash (17 th), Utsman bin Affan (20 th) Umar bin Khotobb (27 yh), Abu Ubaidah bin Jarroh (27 th), Abdurrahman bin Auf (30 th), Abu Bakar Ash Shidiq (37 th), Muhammad Al-Fatih (19), Salahudin Al-Ayubbi (28).

Sebab dalam jiwa muda lah Allah menyematkan karakter-karakter perubah: Kritis, dinamis, kreatif, inovatif, dan reaktif. Merekalah generasi-generasi penerus [2:132-133,25:74,19:42]; pengganti kaum sebelumnya [5:54,2:143], pembaharu/mujaddid dalam setiap masanya. Dalam kasus terakhir, Nabi SAW mengingatkan bahwa dalam setiap kurun 100 tahun akan selalu ada Pemuda yang kemudian menjadi Mujaddid (Pembela/Pembaharu Islam), diyakini bahwa abad 19 kemarin, sosok yang dimaksud adalah Muhammad Abduh Rahimahullah. Nah di abad ini, bisa saja pemuda yang dimaksud adalah anda?
"Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk" [ Al Kahfi:13] 
Rasulullah SAW banyak berpesan tentang betapa berharganya jiwa muda, hingga beliau mengingatkan kita untuk selalu menjaganya. Dalam Hadits riwayat Hakim, Beliau bersabda : 
“Jagalah lima perkara sebelum datang lima perkara ; masa mudamu sebelum masa tuamu, kesehatanmu sebelum datang sakitmu, kayamu sebelum datang fakirmu, masa senggangmu sebelum datang masa sibukmu, dan hidupmu sebelum datang matimu”
Betapa masa muda menjadi pilihan pertama dalam pesan Nabi kita, maka bagaimana mungkin kita akan mengacuhkannya? Sebaliknya hal ini semestinya menjadi pemompa semangat kita yang masih muda untuk terus berkarya untuk umat dan kejayaan islam.

Nabi SAW pun pernah ditanya tentang apa yang akan dibalas dengan pahala atau siksa di hari kiamat, Beliau menjawab: 
”Dia akan ditanya tentang apa yang ia perbuat untuk masa mudanya”.(HR Tirmidzi) dan tentang aktivitas pemuda, Rasulullah SAW mengajarkan: “Sebaik-baik pemuda diantara kamu adalah yang mirip/seperti orang dewasa diantara kamu, dan sejelek-jeleknya orang tua diantara kamu adalah yang seperti pemuda diantara kamu” (HR. Baihaqi).
Pemuda yang terbaik adalah yang mampu berfikir jauh kedepan dan senantiasa bersikap bijaksana, Pemuda adalah mereka yang tak pernah berputus asa dan berkeluh kesah karena dalam hatinya Allah adalah segala muara aktivitasnya.

Beberapa pesan dari para pembawa perubahan dalam zaman ini, pernah suatu ketika Asy-Syahid Hasan Al Banna berpesan kepada sekumpulan pemuda disuatu siang
“Hendaklah anda selalu mengindahkan dan memperhatikan Allah SWT, selalu ingat akan akhirat dan bersiap-siap unuknya. Tempuhlah semua kelakuan yang dapat menyampaikan anda pada keridhaan Allah dengan tekad dan kesungguhan. Dekatkanlah diri anda kepada-Nya dengan melestarikan ibadat-ibadat sunnah seperti Tahajud, Shoum tiga hari dalam sebulan, memperbanyak dzikir dalam hati dan ucapan serta membiasakan berdoa dalam segala hal yang diriwayatkan dari Rosulullah SAW”
Seorang tokoh Jihad Afghanistan yang dilahirkan di tanah Palestina, Asy- Syahid DR Abdullah Azzam mengingat semua Pemuda Islam, perhatikan pesannya ini :
“Wahai pemuda Islam….Engkau tumbuh dalam desingan peluru-peluru, dentuman meriam, raungan kapal terbang dan deru suara tank. Jagalah diri kalian ! Jangan terpengaruh oleh senandung lagu milik orang yang dibuai kenikmatan hidup. Jangan terlena oleh musiknya orang yang bermewah-mewahan dan kasurnya orang yang kekenyangan.”,
Sungguh apa yang beliau pesankan sangat menggetarkan hati, mengingat pemuda-pemuda yang dilahirkan di tanah juang Palestina dan Afghanistan. Maka kita termasuk beruntung dilahirkan di tanah Indonesia, yang berarti kesempatan untuk belajar dan mengumpulkan serpihan-serpihan ilmu teramat besar, tapi tanggung jawab kita pun tak kalah besar, Berdakwah agar para generasi islam berikutnya tidak terlena oleh zaman dan selalu cinta terhadap diinul islam.

Rasanya nasehat dari DR Abdullah Nasihih Ulwan perlu kita renungkan bersama,
"Ingatlah wahai pemuda muslim…., kalian tidak akan dapat meraih suatu kemenangan bila tanpa dibarengi dengan iman dan taqwa, muroqobah (mendekatkan diri) dengan Allah dengan sembunyi atau terang-terangan. Perbaikilah niatmu. Jagalah dirimu dari maksiyat dan dosa. Kuasailah hawa nafsu dan jauhilah dari fitnah kehidupan dunia."
Kemudian beliau menjelaskan dengan lanjut tentang bagaiamana misi Islam itu akan terwujud, beliau menuturkan bahwa hal ini bisa tegak dengan beberapa point dibawah ini :
1. Iman yang kuat [ Al Hujurat;15]
2. Keihlasan yang sungguh-sungguh [ Al bayyinah :5]
3. Tekad yang kuat tanpa rasa takut [Al Ahzab :39]
4. Usaha yang berkesinambungan [ At Taubah:105]



Ada sebuah kisah menarik untuk kita perhatikan sebagai hikmah, disaat dunia menjadi penghalang fokus kita sebagai seorang muslim dan mengganggu tercapai tujuan pembentukan pribadi muslim yang kaffah, maka Sayyidina Umar RA menawarkan solusi. Tatkala Umar RA tidak sabar menanti saat penaklukan Mesir di tangan Muslimin, beliau berkirim surat kepada panglima tertinggi : Amru bin Ash : 
“Amma ba’du. Sungguh aku heran atas kelambatan kalian, padahal kalian sudah bertempur selama dua tahun. Itu semua disebabkan karena kalian terlalu cinta terhadap kesenangan dunia sebagaimana musuh-musuh kalian. Padahal Allah sekali-kali tidak akan menolong suatu kaum sebelum dia membuktikan kesungguhan niatnya." .

kemudian beliaupun berkirim surat kepada Sa’ad bin Abi Waqash :
"Aku berwasiat kepadamu dan kepada setiap tentaramu supaya senantiasa bertaqwa kepada Allah dalam setiap keadaan. Karena Taqwa adalah sebaik-baik bekal dalam menghadapi musuh. Taqwa adalah strategi perang yang paling jitu. Dan aku perintahkan kalian supaya mawas diri dengan ketat dari maksiyat, lebih ketat dari mawas diri dari musuh kalian, karena dosa pasukan lebih berbahaya daripada serangan musuh.
Kaum muslimin baru mendapat pertolongan-Nya manakala musuh-musuh mereka telah tenggelam dalam kemaksiyatan kepada Allah. Kalau bukan karena itu tentu kekuatan kita tidak ada artinya dalam menghadapi mereka, sebab baik jumlah personil maupun persenjataan kita jauh berbeda dari mereka. Nah , kalau kita dan mereka setara dalam maksiyat, maka sudah barang tentu mereka akan lebih unggul dari kita. Wassalam.”

Benar sekali yang dikatakan Umar RA:
“Umat Islam adalah suatu kaum yang dimuliakan Allah dengan Islam. Tetapi bila mencari kemuliaan diluar dari garis yang telah ditentukan-Nya, maka niscaya Dia akan menghinakanya." (HR Al Hakim)

Rasanya tidak ada alasan kita hanya berdiam diri dan hanya menjadi penonton dan pemerhati perubahan zaman, saatnya kita ambil bagian dalam goresan tinta emas kejayaan islam. Karena jika setiap kita (pemuda islam) punya satu tekad yang sama yaitu : Isy Kariman au Mut Syahidan (Hidup mulia sebagai muslim yang berkontribusi atau Mati Syahid di jalan Allah), insyaAllah lambat laun islam akan kembali menemukan kejayaan dan kemulian. Allahu Akbar !!

Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”. [At Taubah:105]
Dulu, (Imam) Syafii telah hafal Al Quran pada usia sekitar 9 tahun dan mulai diminta ijtihadnya pada usia kira-kira 13 tahun., sebelum akhirnya ia menjadi mujtahid, imam madzhab yang terkemuka. Hassan Al Banna mendirikan gerakan Ikhwanul Muslimin pada usia 23 tahun. Usamah bin Zaid pada usia 18 tahun telah memimpin pasukan perang Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin Awwam pada usia 8 tahun telah terlibat dalam perjuangan. Kini, apakah yang sedang dilakukan dan dipikirkan oleh remaja berusia 8 hingga 18 tahun dan pemuda-pemudi berusia 23 tahunan ?Remaja dan pemuda-pemudi sekarang lebih banyak aktif untuk memuaskan nafsu remaja semata-mata. Lihatlah cara berpakaian mereka, cara bergaul, kreativiti dan sejenisnya. Gambaran remaja dan pemuda-pemudi yang tampil di berbagai media, tak ada bezanya antara mereka (yang mengaku Muslim) dengan artis-artis yang jelas menyebarkan kekufuran dan kesesatannya, realiti inilah yang terpampang di depan mata dan telinga kita.
Jelas, dan sangatlah jelas, perlunya kebangkitan umat, khususnya dari kaum mudanya, bila kita semua menginginkan kejayaan Islam kembali. Diperlukan pemuda-pemudi Islam sekualiti para sahabat yang memiliki komitmen tauhid yang lurus, keberanian menegakkan kembali hukum Allah di muka bumi ini.



 

Peranan Pemuda Islam

Al-Quran banyak mengisahkan perjuangan para Nabi dan Rasul a.s yang kesemuanya adalah orang-orang terpilih daripada kalangan pemuda yang berusia sekitar empat puluhan. Bahkan ada di antara mereka yang telah diberi kemampuan untuk berdebat dan berdialog sebelum umurnya genap 18 tahun. Berkata Ibnu Abbas r.a.
"Tak ada seorang nabi pun yang diutus Allah, melainkan ia dipilih di kalangan pemuda sahaja (yakni 30-40 tahun). Begitu pula tidak seorang ‘Alim pun yang diberi ilmu, melainkan ia (hanya) dari kalangan pemuda". Kemudian Ibnu Abbas membaca firman Allah
swt: "Mereka berkata: Kami dengan ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim"
(Al Anbiyaa:60, Tafsir Ibnu Katsir III/183).
Tentang Nabi Ibrahim, Al-Quran lebih jauh menceritakan bahawa beliau telah berdebat dengan kaumnya, menentang peribadatan mereka kepada patung-patung. Saat itu beliau belum dewasa. Sebagaimana firman-Nya:
"Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepada Ibrahim kepandaian sejak dahulu (sebelum mencapai remajanya) dan Kami lenal kemahirannya. Ketika dia berkata:’Sungguh kalian dan bapa-bapa kalian dalam kesesatan yang nyata’. Mereka menjawab:’ Apakah engkau membawa kebenaran kepada kami, ataukah engkau seorang yang bermain-main sahaja? Dia berkata: Tidak! Tuhan kamu adalah yang memiliki langit dan bumi yang diciptakan oleh-Nya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu".
Al Anbiyaa:51-56]
Perlu ditekankan bahawa para Nabi a.s itu hanya diutus untuk mengubah keadaan, sehingga setiap Nabi yang diutus adalah orang-orang terpilih dan hanya daripada kalangan pemuda (syabab) sahaja. Bahkan kebanyakan daripada pengikut mereka daripada kalangan pemuda juga (meskipun begitu ada juga pengikut mereka itu terdiri daripada mereka yang sudah tua dan juga yang masih kanak-kanak. "Ashabul Kahfi", yang tergolong sebagai pengikut nabi Isa a.s adalah sekelompok adalah anak-anak muda yang usianya masih muda lagi yang mana mereka telah menolak untuk kembali keagama nenek moyang mereka yakni menyembah selain Allah. Disebabkan bilangan mereka yang sedikit (hanya tujuh orang), mereka telah bermuafakat untuk mengasingkan diri daripada masyarakat dan berlindung di dalam sebuah gua. Fakta ini diperkuatkan oleh Al-Quran di dalam surah Al-Kahfi ayat 9-26, di antaranya:
"(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat perlindungan (gua) lalu berdoa: ‘Wahai uhan kami berikanlah rahmat depada kami dari sisi-Mu dan tolonglah kami dalam menempuh langkah yang tepat dalam urusan kami (ini) (10)…Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad saw) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka (Sang Pencipta) dan Kami beri mereka tambahan pimpinan (iman, taqwa, ketetapan hati dan sebagainya) (13).
Junjungan kita Nabi Muhammad saw diangkat menjadi Rasul tatkala baginda berumur 40 tahun. Pengikut-pengikut baginda pada generasi pertama kebanyakannya juga daripada kalangan pemuda, bahkan ada yang masih kecil. Usia para pemuda Islam yang dibina pertama kali oleh Rasulullah saw di Daarul Arqaam pada tahap pembinaan, adalah sebagai berikut: yang paling muda adalah 8 tahun, iaitu Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin Al-Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, 11 tahun, Al Arqaam bin Abil Arqaam 12 tahun, Abdullah bin Mazh’un berusia 17 tahun, Ja’far bin Abi Thalib 18 tahun, Qudaamah bin Abi Mazh’un berusia 19 tahun, Said bin Zaid dan Shuhaib Ar Rumi berusia dibawah 20 tahun, ‘Aamir bin Fahirah 23 tahun, Mush’ab bin ‘Umair dan Al Miqdad bin al Aswad berusia 24 tahun, Abdullah bin al Jahsy 25 tahun, Umar bin al Khathab 26 tahun, Abu Ubaidah Ibnuk Jarrah dan ‘Utbah bin Rabi’ah, ‘Amir bin Rabiah, Nu’aim bin Abdillah, ‘ Usman bin Mazh’un, Abu Salamah, Abdurrahman bin Auf di mana kesemuanya sekitar 30 tahun, Ammar bin Yasir diantara 30-40 tahun, Abu Bakar Ash Shiddiq 37 tahun. Hamzah bin Abdul Muththalib 42 tahun dan ‘Ubaidah bin Al Harith yang paling tua di antara mereka iaitu 50 tahun.
Malah ratusan ribu lagi para pejuang Islam yang terdiri daripada golongan pemuda. Mereka memperjuangkan dakwah Islam, menjadi pembawa panji-panji Islam, serta merekalah yang akan kedepan menjadi benteng pertahanan ataupun serangan bagi bala tentera Islam dimasa nabi ataupun sesudah itu. Mereka secara keseluruhannya adalah daripada kalangan pemuda, bahkan ada di antara mereka adalah remaja yang belum atau baru dewasa. Usamah bin Zaid diangkat oleh Nabi saw sebagai komander untuk memimpin pasukan kaum muslimin menyerbu wilayah Syam (saat itu merupakan wilayah Rom) dalam usia 18 tahun. Padahal di antara prajuritnya terdapat orang yang lebih tua daripada Usamah, seperti Abu Bakar, Umar bin Khathab dan lain-lainnya. Abdullah bin Umar pula telah memiliki semangat juang yang bergelora untuk berperang sejak berumur 13 tahun. Ketika Rasulullah saw sedang mempersiapkan barisan pasukan pada perang Badar, Ibnu Umar bersama al Barra’ datang kepada baginda seraya meminta agar diterima sebagai prajurit. Saat itu Rasulullah saw menolak kedua pemuda kecil itu. Tahun berikutnya, pada perang Uhud, keduanya datang lagi, tapi yang diterima hanya Al barra’. Dan pada perang Al Ahzab barulah Nabi menerima Ibnu Umar sebagai anggota pasukan kaum muslimin (Shahih Bukhari VII/266 dan 302).
Terdapat satu peristiwa yang sangat menarik untuk renungan para pemuda di zaman ini. Peristiwa ini selengkapnnya diceritakan oleh Abdurrahman bin Auf: "Selagi aku berdiri di dalam barisan perang Badar, aku melihat kekanan dan kekiri ku. Saat itu tampaklah olehku dua orang Anshar yang masih muda belia. Aku berharap semoga aku lebih kuat daripada mereka. Tiba-tiba salah seorang daripada mereka menekanku sambil berkata: ‘Wahai pakcik apakah engkau mengenal Abu Jahal ?’ Aku menjawab: ‘Ya, apakah keperluanmu padanya, wahai anak saudara ku ?’ Dia menjawab: ‘ Ada seorang memberitahuku bahawa Abu Jahal ini sering mencela Rasulullah saw. Demi (Allah) yang jiwaku ada ditangan-Nya, jika aku menjumpainya tentulah takkan kulepaskan dia sampai siapa yang terlebih dulu mati antara aku dengan dia!" Berkata Abdurrahman bin Auf: ‘Aku merasa hairan ketika mendengarkan ucapan anak muda itu’. Kemudian anak muda yang satu lagi menekan ku pula dan berkata seperti temannya tadi. Tidak lama berselang daripada itu aku pun melihat Abu Jahal mundar dan mandir di dalam barisannya, maka segera aku khabarkan (kepada dua anak muda itu): ‘Itulah orang yang sedang kalian cari."
Keduanya langsung menyerang Abu Jahal, menikamnya dengan pedang sampai tewas. Setelah itu mereka menghampiri Rasulullah saw(dengan rasa bangga) melaporkkan kejadian itu. Rasulullah berkata: ‘Siapa di antara kalian yang menewaskannya?’ Masing-masing menjawab: ‘sayalah yang membunuhnya’. Lalu Rasulullah bertanya lagi: ‘Apakah kalian sudah membersihkan mata pedang kalian?’ ‘Belum’ jawab mereka serentak. Rasulullah pun kemudian melihat pedang mereka, seraya bersabda: ‘Kamu berdua telah membunuhnya. Akan tetapi segala pakaian dan senjata yang dipakai Abu Jahal(boleh) dimiliki Mu’adz bin al Jamuh." (Berkata perawi hadits ini): Kedua pemuda itu adalah Mu’adz bin "afra" dan Mu’adz bin Amru bin Al Jamuh" (Lihat Musnad Imam Ahmad I/193 . Sahih bukhari Hadits nomor 3141 dan Sahih Muslim hadits nombor 1752.
Pemuda seperti itulah yang sanggup memikul beban dakwah serta menghadapi berbagai cubaan dengan penuh kesabaran. Allah SWT berfirman:
"Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama beliau, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan merekalah orang -orang yang memperoleh berbagai kebaikan dan merekalah orang-oang yang beruntung" (At Taubah: 88)
Rasulullah SAW menjanjikan bahawa Islampun akan menguasai dunia seperti sabdanya:
"Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan bagiku dunia ini, baik ufuk Timur mahupun Barat. Dan kekuasaan umatku sampai kepada apa yang telah diberikan kepadaku dari dunia ini. "
HR Muslim VIII/hadits no. 17771. Abu Daud hadits no 4252. Tirmidzi II/27. Ibnu Majah hadits no 2952 dan Ahmad V/278-284).
Dakwah Islam Masa Kini
Perbezaan antara dakwah Islam di masa kini dengan masa dahulu; antara lain adanya tentangan yang lebih kompleks dan pemahaman ummat terhadap Islam berada pada titik terlemah. Dulu Rasul SAW dan para sahabat hanya menghadapi kaum musyrikin Quraisy, ahli kitab (Yahudi Madinah, Nasrani Najran, dan Nasrani Rumawi), dan Majusi Persia. Kini, di samping berbagai agama di atas, telah berkembang isme-isme atau ideologi yang beragam banyaknya yang intinya sama iaitu faham-faham yang bertolak dari kekufuran terhadap agama secara umum. Celakanya isme-isme tersebut sempat menipu sebahagian kaum muslimin di berbagai dunia Islam dan menyebabkan mereka berkelompok-berkelompok serta berpecah belah dan bermusuhan atas nama isme-isme tersebut, sedangkan mereka sama-sama mengaku muslim. Isme-Isme yang telah menyebar di seluruh dunia saat ini adalah memisahkan agama dari kehidupan – konsekuensinya memisahkan agama dari negara. Fahaman yang muncul dari ketidakpuasan mesyarakat Barat terhadap gereja, yang menyengsarakan masarakat itu kemudin melahirkan fahaman-fahaman Barat lainnya seperti nasionalisme, liberalisme, kapitalisme, demokrasi, fasisme, totalisterianisme, dan anarkihisme (Dr M. Manzoor Alam, Perana Pemuda Muslim Menata dunia masa kini, hal 19). Para pemuda wajib mempersiapkan diri dengan pemahaman Islam yang jernih secara mendalam agar mampu menampilkan Islam sebagai sistem hidup yang komprehensif. Sistem Barat yang sedang memimpin dunia kini telah terbukti tak mampu menjamin kesejahteraan dan ketenteraman serta kebahagian umat manusia, bahkan untuk masyarakat mereka sendiri pun tidak. Komunisme telah dikubur masyarakatnya sendiri pada tahun 1991. Kapitalisme nampaknya akan segera pula berakhir. Dua orang ahli dan praktis ekonomi AS, Harry Fifi dan Gerald Swanson, dalam bukunya yang terbit awal 1994 memperkirakan negaranya akan mengalami kebangkrutan ekonomi pada tahun 1995. Mereka meramalkan, As takkan mampu melunaskan hutangnya yang mencapai 6.56 trilion dolar pada tahun tersebut! Jadi Islamlah yang berhak memimpin dunia ini seperti dulu pernah terjadi. Rasulullah SAW bersabda:
"Perkara ini (iaitu Islam) akan merebak ke segenap penjuru yang ditembus malam dan siang. Allah tidak akan membiarkan satu rumahpun, baik gedung maupun gubuk melainkan Islam akan memasukinya sehingga dapat memuliakan agama yang mulia dan menghinakan agama yang hina. Yang dimuliakan adalah Islam dan yang dihinakan adalah kekufuran." (HR ibnuHibban no. 1631-1632)
Inilah misi dan tanggung jawab generasi Islam di masa kini, iaitu mengembang dakwah Islam di tengah-tengah masyarakat kaum muslimin untuk menghidupkan Islam kembali. Hanya pemuda-pemuda Islamlah yang mampu menjayakan rencana tersebut. Banyak di antara pemuda sekarang yang telah bangkit, sedar dan bangun dari tidurnya bahawa Islamlah satu-satunya pandangan hidup mereka. Timbul dorongan besar dalam diri mereka untuk memperjuangkan islam, bersama gerakan-gerakan Islam yang saat ini sudah ada di seluruh dunia Islam yang jumlahnya sudah mencapai ribuan dan anggotanya kebanyakan adalah dari kalangan pemuda. Inilah masa kebangkitan pemuda Islam. Persatuan dunia Islam dan tegaknya kembali panji Laa Ilaha Illallaah Muhammadur Rasululllah ada di hadapan mereka.
Masa Depan Di Tangan Islam

Berdasarkan dalil-dalil yang kuat, diyakini Islam akan melingkupi seluruh dunia dimasa depan.

"Dialah yang mengutuskan rasulnya (dengan membawa ) petunjuk yang benar dan agama yang hak untuk dimenangkanNya diatas seluruh agama walaupun orang-orang musyrik membencinya " (At-Taubah: 33)
  Bila kejayaan Islam masa lalu muncul akibat dakwah Islam yang banyak ditunjangi oleh para pemuda pemudi Islam yang memiliki sifat dan sikap perjuangan yang gigih yang sanggup tanpa mengira siang dan malam demi kepentingan Islam. Maka demikian juga masa depan Islam. Sunnahtullah tidak pernah berubah. Siapa yang unggul dialah pemimpin ummat Islam masa lalu, terutamanya para pemuda-pemudi unggul kerana mereka benar-benar memeluk Islam secara Kaffah, lurus aqidahnya dan penuh ketaatannya pada syariatnya. Bagaimana dengan pemuda-pemudi Islam sekarang?

Pemuda-pemudi Islam sekarang hidup dalam lingkungan jahiliah disekitarnya berlaku tentangan kehidupan tidak Islam dalam hampir semua aspek kehidupan, disertai dengan proses melenyapkan islam melalui media massa yang semakin berleluasa. Dari satu sudut mereka tetap muslim tetapi dari sudut yang lain, pemikiran, perasaan dan tingkah laku dalam berpakaian, bergaul, bermuamalah telah banyak dicemari oleh pemikiran, perasan dan tingkah laku tidak islami yang kebanyakan bersumberkan dari khazanah pemikiran kafir Barat. Kafir Barat bersungguh sungguh melakukan proses pembaratan (westernisasi). Melalui racun sesat pemikiran Barat (westoxciation), mereka berusaha mempengaruhi dan membelokkan pemahaman kaum muslimin terutamanya kaum mudanya agar jauh dari nilai-nilai Islam yang murni. Di bidang ekonomi mereka mengembangkan kapitalisme yang berintikan asas manfaat. Menurut mereka, apa saja boleh dilakukan bila menguntungkan secara material, tidak peduli sekalipun ia bertentangan dengan aturan agama. Di bidang budaya menyebarkan westernisme yang berintikan amoralisme jahilliah. Bagi mereka tidak ada pantang larang, termasuk seks bebas, pakaian tidak senonoh, pelagi tidak menggangu kepentingan orang lain.
Di bidang politik, penyebaran nasionalisme yang menyebabkan kaum muslimin terpecah belah. Bila tidak waspada, pemuda-pemudi Islam masa kini akan dengan mudah terasing dari deennya. Ajaran-ajaran Islam tentang pakaian, makanan politik dan sebagainya, ditanggapinya sebagai fikiran dan seruan yang asing. Bila demikian keadaan pemuda-pemudi Islam sekarang, bagaimana akan dapat diharapkan kejayaan Islam di masa depan sebagaimana telah dijanjikan Allah?
Dahulu, (Imam) Syafii telah hafal Al Quran pada usia sekitar 9 tahun dan mulai diminta ijtihadnya pada usia kira-kira 13 tahun, akhirnya ia menjadi mujtahid, imam madzhab yang terkemuka. Hassan Al Banna mendirikan gerakan Ikhwanul Muslimin pada usia 23 tahun. Usamah bin Zaid pada usia 18 tahun telah memimpin pasukan perang Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin Awwam pada usia 8 tahun telah terlibat dalam perjuangan. Kini, apakah yang sedang dilakukan dan difikirkan oleh remaja berusia 8 hingga 18 tahun dan pemuda-pemudi berusia 23 tahunan ? Remaja dan pemuda-pemudi sekarang lebih banyak aktif untuk memuaskan nafsu remaja semata-mata. Lihatlah cara berpakaian mereka, cara bergaul, kreativiti dan sejenisnya. Gambaran remaja dan pemuda-pemudi yang tampil di berbagai media, tak ada bezanya antara mereka (yang mengaku Muslim) dengan artis-artis yang jelas menyebarkan kekufuran dan kesesatannya, realiti inilah yang terpampang di depan mata dan telinga kita.
Jelas, dan sangatlah jelas, perlunya kebangkitan umat, khususnya dari kaum mudanya, bila kita semua menginginkan kejayaan Islam kembali. Diperlukan pemuda-pemudi Islam sekualiti para sahabat yang memiliki komitmen tauhid yang lurus, keberanian menegak kebenaran. Akhirul Qalam marilah bersama bergerak dengan ayunan dan rentak yang sama. Semoga Daulah Khilafah tertegak di atas usaha kita. Wallau ‘alam.

sumbar : Islamika

Rabu, 09 Oktober 2013

Menyegerakan Pernikahan Bagi Pemuda

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda, barangsiapa yang telah mampu, hendaknya kawin, sebab kawin itu akan lebih menundukkan pandangan dan akan lebih menjaga kemaluan. Kalau belum mampu, hendaknya berpuasa, sebab puasa akan menjadi perisai bagimu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pernikahan menurut Islam bukan sekedar sarana pemenuhan kebutuhan biologis, tapi sekaligus bernilai pahala. Ia adalah ibadah yang bernilai besar dan merupakan separuh dari agama. Nabi saw. bersabda:
ِإذَا تَزَوَّجَ اَلْعَبْدُ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفُ الدِّيْنِ, فَلْيَتَّقِ اللهَ فيِ نِصْفِ الْبَاقِي
“Jika seorang hamba menikah maka ia telah menyempurnakan sebagian agamanya, hendaknya ia bertakwa pada Allah pada sebagian yang lain.”(HR. Ath Thabrani).
Dan yang unik, Islam mendorong agar para pemuda menyegerakan pernikahana manakala telah memiliki kemampuan. Usia di mana naluri seksual sedang bergejolak dan meminta kebebasan kepribadian, justru diarahkan oleh Islam menuju pernikahan.
Pada masyarakat yang menegakkan demokrasi yang menjamin kebebasan/liberalisme, pernikahan memang menjadi sesuatu yang berat. Masyarakat memandang aneh jika ada pernikahan di usia muda. Demikian pula banyak kaum muda yang merasa belum pantas menikah di usia mereka. Sementara orang tua juga memandang pernikahan hanya layak dilakukan bila anak-anak mereka telah mapan secara finansial, yang sebenarnya pengingkaran atas keadaan mereka dahulu ketika menikah.
Sikap ini malah mendorong terjadinya perilaku penyimpangan perilaku seksual. Pergaulan bebas dan kehamilan merebak, demikian pula aborsi dan penyakit kelamin mengancam. Menurut catatan pemerintah, pada tahun lalu dari 33 propinsi, 63,5 persen remaja dan pelajar di tanah air pernah melakukan perzinaan.
Selain itu aturan birokrasi juga menyulitkan pemuda untuk menikah. Misalnya soal batasan umur dan biaya pernikahan. Lingkungan adat juga menjadi hambatan pelaksanaan pernikahan, semisal mahar yang harus tinggi, upacara pernikahan yang meriah, dsb. Hal ini berbeda dengan ajaran Islam yang mendorong kemudahan dalam melaksanakan pernikahan.
Ada beberapa keutamaan mengenai amal pernikahan. Di antaranya ialah:
1.        Menjaga kesucian dan kehormatan diri.
“Wahai para pemuda, barangsiapa yang telah mampu, hendaknya kawin, sebab kawin itu akan lebih menundukkan pandangan dan akan lebih menjaga kemaluan. Kalau belum mampu, hendaknya berpuasa, sebab puasa akan menjadi perisai bagimu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرًا
“Tahukah kalian jika seseorang menumpahkan syahwatnya pada yang haram tidakkah ia berdosa? Maka demikian pula apabila ia menempatkan syahwatnya pada yang halal adalah pahala baginya.”(Hr. Muslim)
2.        Pernikahan menyempurnakan separuh agama. Sabda Nabi saw.:
ِإذَا تَزَوَّجَ اَلْعَبْدُ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفُ الدِّيْنِ, فَلْيَتَّقِ اللهَ فيِ نِصْفِ الْبَاقِي
“Jika seorang hamba menikah maka ia telah menyempurnakan sebagian agamanya, hendaknya ia bertakwa pada Allah pada sebagian yang lain.”(HR. Ath Thabrani).
3.        Allah memberikan pertolongan bagi orang yang menikah
ثَلَاثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عَوْنُهُمُ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُكَاتَبُ الَّذِي يُرِيدُ الْأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيدُ الْعَفَافَ
“Tiga golongan yang berhak mendapatkan pertolongan Allah; pejuang di jalan Allah, hamba sahaya yang menginginkan kemerdekaan, dan orang yang menikah karena menginginkan kesucian diri.”(HR. Turmudzi).
4.        Mendapatkan keturunan
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.”(QS. an-Nisa: 1).
Pernikahan sudah menjadi bagian dari pandangan hidup yang khas dalam Islam. Sebagai dien yang sempurna, Islam menghendaki umat manusia hidup teratur dan penuh ketenangan. Salah satunya adalah memberikan penyaluran yang halal dan barakah bagi pria dan wanita dalam ikatan pernikahan.
Sebaliknya, ideologi selain Islam justru menghancurkan fitrah manusia dengan memberikan kebebasan tanpa batas. Alih-alih menciptakan kebaikan, yang terjadi justru malapetaka bagi kehidupan manusia
 
(Wienarno)

Menyegerakan Pernikahan Apakah Solusi..?


Diantara tanda-tanda kekuasaan Allah, ialah diciptakannya pasangan-pasanganmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung padanya. Dan Allah menjadikan di antara kalian perasaan tenteram dan kasih sayang. Pada yang demikian ada tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.

Ketika tiba masa usia aqil baligh, maka perasaan ingin memperhatikan dan diperhatikan lawan jenis begitu bergejolak. Banyak perasaan aneh dan bayang-bayang suatu sosok berseliweran tak karuan. Kadang bayang-bayang itu menjauh tapi kadang terasa amat dekat. Kadang seorang pemuda bisa bersikap acuh pada bayang-bayang itu tapi kadang terjebak dan menjadi lumpuh. Perasaan sepi tiba-tiba menyergap ke seluruh ruang hati. Hati terasa sedih dan hidup terasa hampa. Seakan apa yang dilakukannya jadi sia-sia. Hidup tidak bergairah. Ada setitik harapan tapi berjuta titik kekhawatiran justru mendominasi.



Perasaan semakin tak menentu ketika harapan itu mulai mengarah kepada lawan jenis. Semua yang dilakukannya jadi serba salah. Sampai kapan hal ini berlangsung? Jawabnya ada pada pemuda itu sendiri. Kapan ia akan menghentikan semua ini. Sekarang, hari ini, esok, atau tahun-tahun besok. Semakin panjang upaya penyelesaian dilakukan yang jelas perasaan sakit dan tertekan semakin tak terperikan. Sebaliknya semakin cepat / pendek waktu penyelesaian diupayakan, kebahagiaan & kegairahan hidup segera dirasakan. Hidup menjadi lebih berarti & segala usahanya terasa lebih bermakna, dan cinta akan berkembang pada waktunya.


Penyelesaian apa yang dimaksud? Pernikahan! Ya menikah adalah alat solusi untuk menghentikan berbagai kehampaan yang terus mendera. Lantas kapan? Bilakah iabisa dilaksanakan? Segera! Segera di sini jelas berbeda dengan tergesa-gesa. Untuk membedakan antara segera dengan tergesa- gesa, bisa dilihat dari dua cara:

1. Tanda-Tanda Hati

Orang yang mempunyai niat tulus, kata Imam Ja'far, adalah dia yang hatinya tenang, sebab hati yang tenang terbebas dari pemikiran mengenai hal-hal yang dilarang, berasal dari upaya membuat niat murni untuk Allah dalam segala perkara. Kalau menyegerakan pernikahan karena niat yang jernih, Insya Allah hati akan merasakan sakinah, yaitu ketenangan jiwa saat menghadapi masalah-masalah yang harus diselesaikan. Kita merasa yakin, meskipun harapan & kekhawatiran meliputi dada. Lain lagi dengan tergesa-gesa. Ketergesaan ditandai oleh perasaan tidak aman & hati yang diliputi kecemasan yang memburu. Kadang cinta sebelum menikah bukanlah cinta sebenarnya, melainkan hanya cinta nafsu.

2. Tanda-Tanda Perumpamaan

Ibarat orang bikin bubur kacang hijau, ada beberapa bahan yang diperlukan. Bahan paling pokok adalah gula & kacang hijau. Jika gula & kacang hijau dimasukkan air kemudian direbus, maka akan didapati kacang hijau tidak mengembang. Ini namanya tergesa-gesa. Kalau gula baru dimasukkan setelah kacang hijaunya mekar ini namanya menyegerakan. Tapi kalau lupa, tidak segera memasukkan gula setelah kacang hijaunya mekar cukup lama orang akan kehilangan banyak zat gizi yang penting.

(dari beberapa sumber)

Ketika Orang Tua Menunda Pernikahan Anak


Menunda Pernikahan Anak
 
Firman Allah swt, “…maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma’ruf.” (QS Al-Baqarah: 232)
Menikah termasuk bagian dari kebutuhan hidup manusia yang pokok setelah menginjak usia baligh dan memiliki keinginan terhadap lawan jenis. Sebagaimana hal ini juga dirasakan oleh para orang tua tatkala mereka masih muda. Dimana dan kapan saja yang diingat selalu lawan jenisnya.
Lalu, bagaimana perasaan kita sebagai orang tua yang apabila pada masa muda kita ingin menikah, namun dihalang-halangi oleh orang tua? Tentu kita akan merasa menderita, yang bisa jadi dampaknya kan berpengaruh terhadap aktivitas ibadah kita, lain halnya bila sudah menikah. Sebab, sebagaimana telah disinggung dimuka, menikah adalah tuntutan fithroh kita sebagai manusia.
Nah, karena tuntutan fithroh inilah kita sebagai orang tua hendaknya segera menikahkan putra putri kita, karena Alloh subhanahu wa ta'ala berfirman:
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.(QS an-Nur [24]: 32)
Imam Nawawi rahimahullah berkata: "disunnahkan agar segera menikah dengan wanita yang masih muda. Itulah tujuan menikah ynag sebenarnya, karena dia yang paling nikmat dan lebih sedap bau mulutnya, lebih menarik, paling indah pergaulannya, lucu bicaranya, cantik wajahnya, lembut kulitnya, menarik suami untuk bersikap lembut kepadanya" (Shohih Muslim, Syarh an-Nawawi 5/70)
Segera menikahkan anak merupakan bentuk belas kasih orang tua kepada anaknya. Dan orang tua yang mempunyai belas kasihan kepada anaknya, niscaya akan dibelas kasihani oleh anaknya kelak. Selain itu, dengan segera menikahkan anak, akan meringankan beban dan menenangkan jiwa anak, membendung anak berbuat zina dan maksiat lainnya.

Menyegerakankan untuk menikahkan anak
Begitu pula bila dia sudah siap menikah, sudah bisa bekerja walaupun belum selesai kuliah, maka alangkah baiknya bila segera dinikahkan. Jika dia sudah mampu menikah dengan persyaratan diatas (siap menikah dan sudah bekerja – red), maka yang lebih utama adalah menikah daripada melanjutkan kuliah. Rosululloh Shollallahu 'Alaihi Wasallam bersabda " Wahai pemuda, apabila kalian telah mampu menikah maka menikahlah. Dan barangsiapa yang belum mampu maka hendaklah berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu benteng baginya" (HR. Bukhori: 4677 dari Sahabat Abdulloh Radhiyalahu 'anhu)
Imam Nawawi rahimahullah berkata: "bahwa yang dimaksud mampu menikah ialah mampu berkumpul dengan istri dan memiliki bekal untuk menikah." (Fathul Bari 14/293)
Orang tua boleh melarang putranya sementara untuk tidak menikah bila anaknya belum bekerja sehingga ia mendapat pekerjaan. Karena memang sebagai seorang suami, laki-laki wajib mencarikan nafkah untuk istri dan keluarganya. (lihat ath-Tholaq ayat 7 dan an Nisa' ayat 34)
Dan hendaklah anak yang belum mampu menikah dianjurkan untuk menahan dan memelihara dirinya sehingga Alloh subhanahu wa ta'ala memberinya kemampuan menikah. (lihat surat an-Nur ayat 33)
Lain halnya jika anak kita itu seorang wanita. Apabila dia sudah dewasa dan memiliki keinginan untuk menikah yang mana hal itu bisa dilihat dari gerak-geriknya setiap hari dan pergaulannya dengan pria, atau ada laki-laki yang sudah meminangnya sedangkan laki-laki itu orang yang baik aqidah dan akhlaknya, dan putri kita ridho dengannya; maka hendaklah segera dinikahkan. Sebab, anak wanita itu lebih utama untuk cepat dinikahkan daripada melanjutkan belajar. Janganlah menghalangi putri kita untuk segera menikah meski kuliahnya belum selesai. Karena hanya dengan jalan inilah putri kita akan selamat dari perbuatan jahat.
Abu Hatim al-Muzani Radhiyalahu 'anhu berkata: Rosululloh Shollallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
Jika datang kepadamu seorang yang kamu senangi agama dan akhlaknya maka nikahkanlah (putrimu) dengannya. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan dipermukaan bumi ini. (HR Tirmidzi: 1005, dan dihasankan oleh al-Albani dalam Mukhtashor Irwaul Gholil 1/370)
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah tatkala ditanya : "bagaimana hukum orang tua yang menghalangi putrinya yang sudah kuat (keinginannya) untuk menikah tetapi mereka masih menyuruh putrinya melanjutkan kuliah?"
Maka beliau menjawab:" tidak diragukan lagi bahwa orang tuamu yang melarangmu (menikah padahal kamu) sudah siap menikah hukumnya adalah haram. Sebab, menikah itu lebih utama dari pada menuntut ilmu, dan juga karena menikah itu tidak menghalangi untuk menuntut ilmu, bahkan bisa ditempuh keduanya. Jika kondisimu demikian wahai Ukhti! Engkau bisa mengadu ke pengadilan agama dan menyampaikan perkara tersebut, lalu tunggulah keputusannya." (Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin 2/754)

Sikap Orang Tua
Dari keterangan diatas diketahui bahwa merupakan sebuah kesalahan orang tua (yaitu) melarang anak laki-lakinya menikah hanya karena belum selesai kuliah, harus punya rumah dulu, harus menyelesaikan pendidikan adiknya dulu, menunggu kakaknya menikah dulu, menanti bila adik perempuannya sudah menikah, harus jadi pegawai negeri dulu, atau harus mencari orang yang sama pendidikannya, sama jabatan atau kedudukannya, sama suku dan adatnya.
Demikian juga merupakan kesalahan orang tua adalah melarang anak perempuannya menikah karena belum bekerja, belum selesai kuliah, kakaknya belum belum menikah, calonnya bukan orang kaya, atau bukan dari keturunan yang terkenal. Ini semua bila diharuskan maka akan menelantarkan anak dan menimbulkan masalah di dalam keluarga, bahkan boleh jadi menjadi penyebab hancurnya rumah tangga.

Melarang Anak Menikah

Jika ada orang tua yang melarang anaknya menikah dengan orang yang dicintainya, maka larangan orang tua itu tidak perlu ditaati, dengan syarat bahwa orang yang akan dinikahinya itu memang layak untuk dinikahinya dan tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih besar daripada jika tidak menikahinya.

Karena pada dasarnya menikah adalah hak anak, dan yang akan menikah adalah sang anak, bukan sang orang tua.

Berikut ini petikan fatwa dari syaikh bin baz dalam masalah ini: 
Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apabila ada seorang lelaki yang datang untuk meminang seorang gadis, akan tetapi walinya (ayahnya) menolak dengan maksud agar putrinya tidak menikah, maka bagaimana hukumnya ?

Jawaban
Seharusnya para wali segera mengawinkan putri-putrinya apabila dipinang oleh laki-laki yang setara, apalagi jika mereka juga ridha. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.

“Artinya : Apabila datang kepada kamu orang yang kamu ridhai agama dan akhlaknya untuk meminang (putrimu) makan kawinkanlah ia, sebab jika tidak, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi ini dan malapetaka yang sangat besar” [Riwayat At-Turmudzi, dan Ibnu Majah. Hadits ini adalah hadits Mursal, namun ada hadits lain sebagai syahidnya diriwayatkan oleh At-Turmudzi]

Dan tidak boleh menghalangi mereka menikah karena supaya menikah dengan lelaki lain dari anak pamannya atau lainnya yang tidak mereka suka, ataupun karena ingin mendapat harta kekayaan yang lebih banyak, ataupun karena untuk tujuan-tujuan murahan lainnya yang tidak dibenarkan oleh syari’at Allah dan Rasul-Nya.

Kewajiban waliul amr (ulama dan umara) adalah menindak tegas orang yang dikenal sebagai penghalang perempuan untuk menikah dan memperbolehkan para wali lainnya yang lebih dekat kepada sang putri untuk menikahkannya sebagai penegakan keadilan dan demi melindungi pemuda dan pemudi agar tidak terjerumus ke dalam apa yang dilarang oleh Allah (zina) yang timbul karena kezaliman dan tindakan para wali menghalang-halangi mereka untuk menikah.

Kita memohon kepada Allah, semoga memberikan petunjukNya kepada semua dan lebih mendahulukan kebenaran atas kepentingan hawa nafsu. 
[Kitabud Da’wah, hal 165, dan Fatawa Syaikh Ibnu Baz]

Kesyirikan ditengah-tengah Masyarakat


Allah Mengetahui yang ghaib


قُلْ لاَ يَعْلَمُ مَنْ فِى السّموتِ وَ اْلاَرْضِ الْغَيْبَ اِلاَّ اللهُ، وَ مَا يَشْعُرُوْنَ اَيَّانَ يُبْعَثُوْنَ. النمل:65
Katakanlah, "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan. [QS. An-Naml : 65]


وَ عِنْدَه مَفَاتِحُ اْلغَيِبِ لاَ يَعْلَمُهَا اِلاَّ هُوَ، وَ يَعْلَمُ مَا فِى اْلبَرّ وَ اْلبَحْرِ، وَ مَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ اِلاَّ يَعْلَمُهَا وَ لاَ حَبَّةٍ فِيْ ظُلُمتِ اْلاَرْضِ وَ لاَ رَطْبٍ وَّ لاَ يَابِسٍ اِلاَّ فِيْ كِتبٍ مُّبِيْنٍ. الانعام:59
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib. Tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz). [QS. Al-An'aam : 59]


اِنَّ اللهَ عِنْدَه عِلْمُ السَّاعَةِ، وَ يُنَزِّلُ اْلغَيْثَ وَ يَعْلَمُ مَا فِى اْلاَرْحَامِ، وَ مَا تَدْرِيْ نَفْسٌ مَّا ذَا تَكْسِبُ غَدًا، وَ مَا تَدْرِيْ نَفْسٌ بِاَيّ اَرْضٍ تَمُوْتُ، اِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ. لقمان:34
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. [QS. Luqman : 34]


علِمُ اْلغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلى غَيْبِه اَحَدًا. اِلاَّ مَنِ ارْتَضى مِنْ رَسُوْلٍ فَاِنَّه يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَ مِنْ خَلْفِه رَصَدًا. الجن:26-27
(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. (26) Kecuali kepada Rasul yang diridlai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (27). [QS. Al-Jin]




Percaya Pada Kesialan
Dari 'Imran bin Hushain RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda : "Tidak termasuk golongan kami orang yang percaya tanda-tanda kesialan atau datang bertanya kepada orang yang mempercayai tanda-tanda kesialan, atau orang yang melakukan pedukunan atau orang yang datang berdukun, atau orang yang melakukan sihir atau orang yang datang meminta tolong kepada tukang sihir. Barangsiapa yang datang kepada dukun dan membenarkan apa yang dikatakan dukun itu, maka sungguh ia telah kufur pada apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW". [HR. Al-Bazzar dengan sanad Jayyid].
Dari Abud Darda' RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak akan mencapai derajat yang tinggi orang yang percaya kepada dukun atau orang yang percaya kepada ramalan nasib atau kembali dari bepergian (menunda pemberangkatan) karena percaya bahwa waktu itu saat sial". [HR. Thabrani]
Dari Shafiyah dari sebagian isteri Nabi SAW dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Barangsiapa yang datang kepada tukang ramal, lalu menanyakan sesuatu kepadanya, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh malam". [HR. Muslim]
Dari Ibnu 'Abbas RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang mempelajari ilmu ramalan bintang berarti dia mempelajari satu cabang dari sihir, dan bertambah dosa apabila dia bertambah dalam mempelajarinya". [HR. Abu Dawud dan Ibnu Majjah]
Dari Qathan bin Qabishah dari ayahnya RA, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Ramalan dengan tulisan, ramalan dengan burung dan ramalan dengan lemparan kerikil termasuk syirik (menyekutukan Allah)". [HR. Abu Dawud, Nasai dan Ibnu Hibban].
Dari Anas bin Malik, dari Nabi SAW beliau bersabda, "Tidak ada istilah menular dan tidak ada tanda-tanda kesialan. Tetapi menyenangkan kepadaku Al-fa'lu". Anas berkata : Lalu ditanyakan, "Apakah itu al-fa'lu ?" Beliau menjawab, "Kalimat yang baik". [HR. Muslim]


Kebenaran dukun itu dari Jin yang mencuri berita gaib
Dari Aisyah, ia berkata, aku berkata, "Ya Rasulullah, sesungguhnya para dukun pernah menceritakan kepada kami tentang sesuatu dan kami dapati bahwa yang mereka ceritakan itu benar terjadi". Rasulullah SAW bersabda, "Kalimat yang benar itu memang sengaja disambar dengan cepat oleh jin lalu dilemparkan ke telinga walinya (dukun), tetapi di dalamnya ia sudah menambah dengan seratus kedustaan". [HR. Muslim]
'Aisyah berkata : Orang-orang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang dukun. Maka Rasulullah SAW bersabda kepada mereka, "Mereka tidak bisa apa-apa". Orang-orang menyahut, "Tetapi mereka itu kadang-kadang menceritakan sesuatu yang benar-benar terjadi". Rasulullah SAW bersabda, "Kalimat itu adalah dari Jin yang ia menyambarnya lalu diperdengarkan ke telinga pembantunya (dukun) seperti suara ayam lalu mereka mencampurinya dengan lebih dari seratus kedustaan". [HR. Muslim].




Meninggal dalam Kesyirikan
Dari Ibnu 'Abbas RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda : "Ada tiga perkara apabila seseorang tidak mempunyai satupun dari tiga perkara tersebut, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa selain itu bagi siapa yang Allah kehendaki. 1. Barangsiapa mati dalam keadaan tidak mensekutukan Allah dengan sesuatu, 2. Seseorang yang tidak melakukan sihir ataupun mengikuti tukang sihir, dan 3. Orang yang tidak mempunyai dendam kepada saudaranya". [HR. Thabrani di dalam Al-Kabir dan Al-Ausath].
Tidak diterima Ibadahnya 40 malam
Dari Wailah bin Asqa' RA, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa datang kepada dukun menanyakan sesuatu kepadanya, maka tertutup taubat darinya selama empat puluh malam, dan jika ia mempercayai perkataan dukun itu, ia kafir". [HR. Thabrani]







Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More